Bikin Kamu Jadi Genius

Hebat Gurunya, Dahsyat Muridnya

Tinggalkan Sekolah Sebelum Terlambat !

Telah banyak anak-anak bangsa yang sukses dengan tidak menganyam pendidikan tinggi-tinggi. Ada anak SMA yang keluar dari sekolahnya karena seko lah tersebut mempunyai nilai yang dipandang kurang etis dalam mencetak siswanya dengan mempropagandakan jawaban ujian nasional. Namun, sekarang ia berhasil mendirikan sebuah yayasan kejujuran, dengan banyak mengambil anak yang putus sekolah dan mendidik sedini mungkin untuk menanamkan nilai kejujuran dalam dirinya. Menurutnya, iman tanpa ilmu itu menjadi sebuah kehampaan hidup, sedangkan ilmu tanpa iman itu akan menjadikan kita buta arah. Sehingga, yang wajib ditekankan disini adalah penanaman ilmu dan iman yang baik dari masing-masing individu dalam memaknai arti kehidupan yang sebenarnya.


pembelajaran

Seperti yang dinyatakan Iriyanto dalam bukunya Learning Metamorphosis (Irianto, 2012, hlm. 2) pendidikan memang penting. Sekolah tidak penting. 

Saya tidak membutuhkan sekolah. Begitu juga kalian.

Sekolah dapat membantu pendidikan kalian. Mungkin kalian menyukai sekolah. 

Jika itu menyenangkan, tetaplah di sana.

Jika kalian tidak bahagia, tinggalkan tempat ini. Jika kalian merasa tidak ada cara lain untuk memperoleh pendidikan, atau jika kalian berpikir bahwa kalian tidak dapat memperoleh pekerjaan tanpa tempat ini, maka lihatlah diri saya.

Saya adalah bukti bahwa ada cara lain untuk melakukan itu. Saya meninggalkan sekolah menengah karena bangku sekolah tidak membantu saya. Saya merasa bahwa saya membuang waktu. Jadi, saya mengembangkan sebuah pendekatan sendiri terhadap pembelajaran. Saya belajar memprogram komputer. Sekarang usia saya 24 tahun. Selama 4 tahun terakhir, saya adalah manager bagian riset dan pengembangan untuk Apple Computer. Mereka mempekerjakan saya karena saya terbukti bisa melakukan pekerjaan itu, meskipun saya tidak punya gelar. 

Pendidikan memang penting bagi peekerjaan saya dan bagi kehidupan yang ingin saya bangun. Saya hampir belajar tiap hari di kedai kopi disampign kantor. Saya belajar rekayasa perangkat lunak, berpikir tentang sistem, filsafat, dan sejarah – dan apapun yang ingin saya pelajari. 

Saya belajar, tapi saya tidak bersekolah. Sekolah hanya sementara. Pendidikan tidak. Jika kalian ingin berhasil dalam hidup, temukan sesuatu yang membuat kalian takjub dan pelajarilah. Jangan menunggu sampai seseorang mengajari kalian. Semangat kalian yang berkobar-kobar akan menarik guru-guru untuk datang kepada kalian. Jangan mencemaskan tentang diploma atau gelar; berusahalah agar menjadi sangat baik sehingga tidak ada yang bisa menolak kalian..

Terkejutkah Anda saat membaca kalimat demi kalimat yang penulis sajikan dalam bukunya tersebut? Tidak heran jika pembaca merasa terkejut dengan pernyataan-pernyataan diatas karena, saya pun merasa terkejut dengan pernyataan yang disajikan pada awal pembahasan. Namun jika telah membaca tuntas bacaan ini, keterkejutan yang dirasa pun akan berangsur-angsur menghilang.  

Ada seorang sahabat penulis yang bernama Yudistira ANM Masardi, yang didapatkan dari harian kompas, 8 April 2011  (Irianto, 2012, hlm. 4) beliau memuat sebuah artikel yang berjudul “Berhentilah Sekolah Sebelum Terambat”. 

Bagi sebagian orang, artikel itu barangkali dianggap sangat provoaktif. Terutama bagi orang-orang yang memiliki mind-set bahwa sekolah adalah satu-satunya tempat paling penting bagi berlangsungnya proses pembelajaran. 

Berikut isi artikelnya:
Jika orientasi pendidikan adalah untuk mencetak tenaga kerja guna kepentingan industri dan membentuk mentalitas pegawai – katakanlah hingga dua dekade ke depan – yang akan dihasilkan adalah jutaan calon penganggur.

Sekarang saja ada sekitar 750.000 lulusan program diploma dan sarjana yang menganggur. Jumlah penganggur itu akan makin membengkak jika ditambah dengan jutaan siswa putus sekolah dari tingkat SD sampai SLTA. Tercatat, sejak 2002, jumlah mereka yang putus sekolah itu rata-rata lebih dari 1,5 juta setiap tahun. Dalam “kalimat lain”, ada sekitar 50 juta anak Indonesia yang tak mendapatkan layanan pendidikan di jenjangnya. 

Jadi, untuk apa sebenarnya generasi baru bangsa bersekolah hingga ke perguruan tinggi? Jika jawabannya agar mereka bisa jadi pegawai, fakta yang ada sekarang menunjukkan orientasi tersebut keliru. Dari sekitar 105 juta tenaga kerja yang sekarang bekerja, lebih dari 55 juta pegawai adalah lulusan SD! Pemilik diploma hanya sekitar 3 juta orang dan sarjana sekitar 5 juta orang.

Jika sebagian besar lapangan kerja hanya tersedia untuk lulusan SD, lalu untuk apa anak-anak kita harus buang-buang waktu dan uang demi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi?

Sir Ken Robinson, profesor pakar pendidikan dan kreativitas dari Inggris, dalam orasi-orasinya yang menyentakkan ironisme menggambarkan betapa sekarang ini sudah terjadi inflasi gelar akademis sehingga ketersediannya melampaui tingkat kebutuhan. Akibatnya, nilainya di dunia kerja semakin merosot. Lebih dari itu, ia menilai sekolah-sekolah hanya membunuh kreativitas para siswa. 

Maka, harus dilakukan revolusi di bidang pendidikan yang lebih mengutamakan pembangunan kreativitas.
Fakta lokal dan kondisi global tersebut harus segera diantisipasi oleh para pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan. Persepsi kultural dan sosial yang mengangankan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan semakin mudah mendapatkan pekerjaan adalah mimpi di siang bolong!

Sebagaimana dikatakan Benyamin S. Bloom, bahwa setiap anak didik mempunyai ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Untuk mencapai pembelajaran yang maksimal yang dapat membuat mereka bertahan dalam menghadapi masa depan adalah pengasahan yang optimal dari setiap ranah yang dimiliki siswa. Tujuan yang paling mendasar dari suatu sistem pendidikan baru yaitu harus bisa membangun semangat cinta belajar pada diri peserta didik sejak awal diiringi dengan kreativitas dan imajinatif. Sehingga, apapun yang dihadapinya pada masa depan, mereka akan bisa bertahan untuk beradaptasi, meguasai dan mengubahnya. 

Namun yang perlu dipahami sekarang ini adalah Keironian profesi Guru saat ini yang dapat dibaca pada link dibawah ini : Ironi Profesi Guru.
Ironi Profesi Guru

Ironi? Apa yang diironikan dari profesi seorang guru sekarang? Pernahkah Anda melihat pembelajaran di Sekolah Dasar kelas rendah yang dimana guru tersebut hanya mengajarkan materi dengan berceramah saja didepan kelas dari awal sampai akhir pembelajaran? Hal yang demikian diakibatkan karena guru yang belum mempunyai pemahaman yang kompleks mengenai otak anak yang sedang diajarinya. Bagaimana kita yakin dengan pasti bahwa anak-anak kita akan menempuh pembelajaran yang optimal jika pendidik yang sering beinteraksi langsung dengan anak-anak kita tidak memahami dengan jelas perkembangan otak peserta didiknya? Sungguh hal itu tidak akan menjamin kepahaman yang optimal dai peserta didik.

Dikatakan oleh E. Fuller Torrey (Irianto, 2012, hlm. 16) bahwa otak adalah bagian tubuh yang tersulit untuk dipelajari. 
Karena tidak memiliki bekal yang cukup mengenai seluk beluk mekanisme bekejanya otak, sebagian besar guru tidak mampu menyelaraskan proses pembelajaran yang dilakukannya dengan cara bekerjanya otak murid-muridnya. 

Akibatnya pun bermacam-macam: 
Pembelajaran yang cenderung monoton dan membosankan,
Guru yang tidak mampu menggali bakat dan potensi murid,
Guru yang sering marah ketimbang sabaar, ketika menghadapi siswa yang nakal atau bodoh,
Model pembelajaran yang hanya terfokus pada pengembangan kecakapan akademis semata dan melupakan kecakapan hidup lainnya.

Dengan kondisi yang demikian, menyebabkan banyak bermunculannya hambatan dalam pembelajaran yang sulit dikendalikan.
Ilustrasi yang disuguhkan oleh Prof. Jalaluddin Rakhmat pada bukunya yang berjudul Belajar Cerdas (Irianto, 2012, hlm. 18): “Jika Anda mempunyai pesawat televisi yang sudah cukup tua, yang gambarnya kadang muncul kadang tidak, apa yang sering Anda lakukan ketika gambarnya tidak muncul?” begitulah lebih kurang pertanyaannya kepada kita semua.

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Komentar untuk "Hebat Gurunya, Dahsyat Muridnya"

Silakan berkomentar sesuai dengan isi postingan. Berkomentarlah dengan positif dan membangun. Mohon untuk tidak menyertakan link aktif. Terimakasih

Back To Top